Senin, 14 Desember 2020

A.    LATAR BELAKANG


Perjanjian Bangun Guna Serah (Buil, Operate, And Transfer/ BOT) merupakan istilah yang baru dalam kegiatan ekonomi indonesia. Walaupun jika melihat sejarahnya konsep BOT sebenarnya merupakan konsep yang sudah memiliki umur yang cukup tua yaitu sekitar 300 sebelum masehi dilakukan di kota Eretria yunani (Athena). Pada hakekatnya konsep BOT yang diterapkan pada proyek infrastruktur pemerintah, merupakan suatu konsep yang mana proyek dibangun atas biaya sepenuhnya perusahaan swasta, beberapa perusahaan swasta bekerjasama dengan BUMN dan setelah dibangun dioperasikan oleh kontraktor dan setelah tahap pengoperasian selesai, sebagaimana ditentukan dalam perjanjian BOT, kemudian pengalihan proyek tersebut pada pemerintah selaku pemilik proyek.


Pada dasarnya BOT adalah salah satu bentuk pembiayaan proyek pembangunan yang mana kontraktor harus menyediakan sendiri pendanaan untuk proyek tersebut juga kontraktor harus menanggung pengadaan material, peralatan, jasa lain yang dibutuhkan untuk kelengkapan proyek. Sebagai gantinya kontraktor diberikan hak untuk mengoperasikan dan mengambil manfaat ekonominya sebagai ganti atas semua biaya yang telah dikeluarkan untuk selama waktu tertentu.


Pelaksanaan pengadaan proyek infrastruktur menggunakan sistem BOT tidak lain adalah suatu kontrak atau perjanjian antara pemilik proyek (pemerintah) dengan pihak lain sebagai operator atau pelaksana proyek. pemilik proyek memberikan hak pada operator atau pelaksana untuk membangun sebuah saran dan prasarana serta mengoperasikannya untuk jangka waktu tertentu dan mengambil seluruh atau sebagian keuntungan dan pada akhir masa kontrak harus mengembalikan proyek tersebut pada pemilik proyek. Apabila semuanya berjalan sesuai dengan rencana maka pada akhir masa kontrak, atau pada saat proyek tersebut harus dikembalikan pada pemerintah maka kontraktor telah mendapatkan kembali semua biaya yang telah dikeluarkannya ditambah dengan sejumlah keuntungan yang diharapkan dari proyek tersebut.


 


B.     PEMBAHASAN


1.1  Tujuan dan Manfaat Kemitraan


a. Tujuan Kemitraan


1. Meningkatkan pendapatan usaha dan masyarakat;


2. Mendukung efisiensi ekonomi;


3. Memperkuat kemampuan bersaing;


4. Menghindari persaingan yang tidak sehat dan saling mematikan;


5. Menghindari monopoli yang dapat menyebabkan distorsi dalam pasar;


6. Membangun tata dunia usaha yang kuat dengan tulang punggung usaha yang tangguh dan saling mendukung melalui ikatan kerjasama.


b. Manfaat Kemitraan


1. Manfaat produktivitas


2. Dicapainya cara kerja yang hemat, tidak terjadi pemborosan, dan menunjukkan keadaan menguntungkan, baik dilihat dari segi waktu, tenaga maupun biaya.


3. Manfaat jaminan kualitas, kuantitas, dan kontinuitas.


4. Resiko yang ditanggung masing-masing pihak menjadi berkurang


 


1.1.1        Kemitraan Dalam Bentuk Inti-Plasma


Meningkatkan kemampuan manajemen dan kinerja usahanya yang berkelanjutan serta memanfaatkan dengan sebaik-baiknya berbagai bentuk pembinaan dan bantuan yang diberikan oleh usaha besar. Menyediakan seperti Lahan, Sarana produksi, Bimbingan teknis, Manajemen, Penampung, Pengelola dan Memasarkan hasil produksi, disamping itu inti tetap memperoduksi kebutuhan perusahaan.


 


1.1.2        Kemitraan Dalam Bentuk Subkontrak


Pasal 28 Undang – undang Nomor 20 Tahun 2008 menjelaskan bahwa kemitraan subkontrak adalah bahwa usaha besar (penanam modal) untuk memberikan dukungan kepada usaha mikro, kecil, menengah dan koperasi selaku subkontraktor dalam memproduksi barang dan/atau jasa


Adapun manfaat yang dapat diperoleh dalam kemitraan dengan pola subkontrak, bagi subkotraktor antara lain adalah dapat menstabilkan dan menambah penjualan, kesempatan untuk mengerjakan sebagian produksi dan atau komponen, bimbingan dan kemampuan teknis produksi atau manajemen, perolehan, pengusaan dan peningkatan teknologi yang diperlukan. Sedangkan bagi perusahaan induk adalah dapat memfokuskan perhatian pada bagian lain, memenuhi kekurangan kapasitas, memperoleh sumber pasokan barang dengan harga yang lebih murah daripada impor, meningkatkan produktivitas dan kesempatan kerja baik pada perusahaan kecil maupun perusahaan besar. Kemitraan pola subkontrak ini dapat mendorong terciptanya alih teknologi, modal, dan keterampilan serta menjamin pemasaran produk kelompok mitra usaha.


 


1.1.3        Kemitraan Dalam Bentuk Waralaba


Warlaba merupakan pola hubungan kemitraan antara kelompok mitra usaha dengan perusahaan mitra usaha yang memeberikan hak lisensi, merek dagang seluran distribusi perusahaannnya kepada kelompok mitra usaha sebagai penerima warlaba yang disertai dengan bantuan bimbingan manajemen. Kelabihan dari warlaba ini adalah bahwa perusahaan pewarlaba dan perusahaan terwaralaba sama-sama mendapatkan keunggulan sesuai dengan hak dan kewajibannya. Keuntungan tersebut dapat berupa : adanya alternatif sumber dana, penghematan modal, efisiensi. Sedangkan kelemahannya adalah bila salah satu pihak ingkar dalam menempati kesepakatan yang telah ditetapkan sehingga terjadi perselisihan. Hal lain adalah ketergantungan yang sangat besar dari perusahaan terwaralaba terhadap perusahaan pewaralaba dalam hal teknis dan aturan atau petunjuk yang mengikat.


 


1.1.4        Kemitraan Dalam Bentuk Perdagangan Umum.


Pola dagang umum merupakan pola hubungan kemitraan mitra usaha yang memasarkan hasil dengan kelompok usaha yang mensuplai kebutuhan yang diperlukan oleh perusahaan.Untuk memenuhi atau mensuplai kebutuhannya sesuai dengan persyaratan yang telah ditetapkan oleh perusahaan mitra usaha. Keuntungan dari pola ini adalah adanya jaminan harga atas produk yang dihasilkan dan kualitas sesuai dengan yang telah ditentukan atau disepakati.Namun demikian kelemahan dari pola ini adalah memerlukan permodalan yang kuat sebagai modal kerja dalam menjalankan usahanya baik oleh kelompok mitra usaha maupun perusahaan mitra usaha.


 


1.1.5        Kemitraan Dalam Bentuk Distribusi dan Keagenan.


Pola keagenan merupakan salah satu bentuk hubungan kemitraan dimana usaha kecil diberikan hak khusus untuk memasarkan barang dan jasa dari usaha menengah atas usaha besar sebagai mitranya. Keuntungan yang diperoleh dari hubungan kemitraan pola keagenan dapat berbentuk komisi yang diusahakan oleh usaha besar atau menengah. Kelebihan dari pola keagenan ini anatara lain bahwa agen dapat merupakan tulang punggung dari ujung tombak pemasaran usaha besar atau menengah. Memberikan manfaat saling menguntungkan dan saling memperkuat, maka agen harus lebih professional, handal dan ulet dalam pemasaran.


 


1.2  Tujuan dan Manfaat Build Operates Transfer (BOT)


a.      Tujuan Build Operates Transfer (BOT)


Perjanjian BOT sebagai sebuah bentuk perjanjian kebijakan yang dilaksanakan oleh pemerintah dalam pelaksanaan fungsi dalam pencapaian tujuan negara merupakan perjanjian yang melibatkan ranah hukum publik dan ranah hukum privat yang menimbulkan sebuah karakterisitik khas bagi perjanjian ini sebagai sebuah perjanjian campuran atau hybrid contract dengan prosedur, tujuan dan pertanggungjawaban yang berbeda dengan kontrak privat lainnya.


b.      Manfaat Build Operates Transfer (BOT)


Perjanjian BOT, merupakan perjanjian yang melibatkan pemerintah dengan investor namun akan memberikan manfaat kepada pihak ketiga yaitu masyarakat. Sebagai perjanjian yang berada dalam ranah hukum publik dan hukum privat dengan adanya kemamfaatan bagi masyarakat sebagai variabel penting yang harus diperhatikan kedua belah pihak dalam pelaksanaan perjanjian maka dalam perjanjian BOT prinsip pertanggungjawaban yang lebih cocok untuk diterapkan adalah prinsip tanggung jawab berdasarkan unsur kesalahan.




1.3  Contoh Jenis Usaha Kemitraan


1.3.1        Kemitraan Dalam Bentuk Inti-Plasma


Perusahaan yang menjamin pemasaran dari pemeliharaan dari peternak. Dengan cara mengambil langsung ayam yang sudah siap panen kepada peternak dengan harga sesuai dengan harga kesepakatan. Apabila terjadi harga dibawah harga kesepakatan maka peternak tidak dibebankan atas kerugian tersebut. Sedangkan apabila harga lebih tinggi dari harga kesepakatan maka di berikan kepada perusahaan inti dan sebagian sisanya akan diberikan kepada petani peternak.


 


1.3.2        Kemitraan Dalam Bentuk Subkontrak


Kemitraan Sub Kontrak Pada Usaha Kerajinan Tikar


Tasikmalaya merupakan salah satu sentra agroindustri kerajinan anyaman terbesar di Jawa Barat. Produk yang terkenal didaerah ini adalah tikar mendong. Usaha kerajinan anyaman tikar mendong Tasikmalaya dijadikan sebagai andalan dalam menyerap tenaga kerja dan meningkatkan pendapatan masyarakat khususnya para petani dan buruh tani miskin yang menganggur pada saat menunggu musim panen tiba. Pada usaha ini berkembang pola kemitraan subkontrak. Pola kemitraan ini diharapkan dapat membuka kesempatan kerja bagi para tenaga kerja miskin yaitu petani dan buruh tani untuk memanfaatkan waktu luangnya yang tidak terserap di sektor pertanian dan sektor lainnya sepelti industri garmen yang berada di daerah tersebut.


 


1.3.3        Kemitraan Dalam Bentuk Waralaba


Menurut Kembaren (2009), ada tiga jenis waralaba yang sering dipraktekkan dalam kaitan dengan kemitraan usaha besar dengan usaha kecil menengah, yaitu:


1.      Waralaba produk atau merek dagang. Jenis waralaba ini terjadi bilamana pihak pabrikasi memberikan lisensi kepada pihak lain untuk menjual produknya. Contoh waralaba produk adalah penjualan mobil via dealer.


2.      Waralaba format bisnis. Jenis waralaba ini terjadi bilamana manajer atau pemilik bisnis memberi ijin kepada seseorang untuk memasarkan produk atau jasa dengan menggunakan nama atau merek dagang dengan format bisnis yang dirancang franchisor. Contoh: Bioskop 21 yang tersebar hampir di seluruh Indonesia.


3.      Waralaba konversi. Jenis waralaba ini merupakan waralaba format bisnis yang diadaptasi untuk mengangkat nama pendiri bisnis.


 


1.3.4        Kemitraan Dalam Bentuk Perdagangan Umum.


Kemitraan ini merupakan hubungan usaha dalam pemasaran hasil produksi. Dalam pola ini pihak yang terlibat adalah pihak pemasaran dengan kelompok usaha pemasok komoditas tertentu. Contoh penerapan banyak dijumpai pada kegiatan agribisnis hortikultura, dimana kelompok tani hortikultura bergabung dalam bentuk koperasi kemudian bermitra dengan swalayan atau kelompok supermarket. Pihak kelompok tani berkewajiban memasok barang-barang dengan persyaratan dan kualitas produk yang telah disepakati bersama


 


1.3.5        Kemitraan Dalam Bentuk Distribusi dan Keagenan.


Contoh seorang pengusaha warnet yang tidak bisa mengelola dan menjaga warnet yang dimiliki karena kesibukannya.

Pemilik warnet (disebut prinsipal) kemudian menyuruh orang lain untuk mengelola warnetnya. Menjaganya siang malam. Orang yang ditunjuk adalah bertindak sebagai AGEN dari pemiilik warnet. Sebagai orang yang disuruh. Agen punya kewenangan mengelola warnet. Agen akan mendapatkan imbalan (gaji). Dan dia harus bertanggung jawab kepada pemilik warnetnya. Atau bosnya.


 


1.4  Contoh Jenis Usaha Build Operates Transfer (BOT)


1.4.1 Public Private Partnerhip (PPP)


Demi terwujudnya pembanguan infrastruktur serta pelayanan yang tujuannya untuk mensejahterakan masyarakat maka munculah konsep Public Private Partnerhip (PPP). PPP merupakan konsep kerjasama pemerintah dengan sektor swasta dalam memenuhi kebutuhan masyarakat. Kontrak Build Operate Transfer (BOT) adalah salah satu cerminan dari konsep PPP. Maka dari itu, dalam mencapai tujuan di atas, pemerintah melalui kontrak BOT menjalin hubungan serta kerjasama dengan sektor swasta. Dalam hal ini, pemerintah terlihat meningkatkan peran serta masyarakat dan swasta untuk memberikan kontribusinya dalam pembangunan nasional. Masyarakat dan sektor swasta di sini terlihat sebagai mitra yang sangat strategis yang mampu diandalkan dalam menejemen kebijakan publik.


 


1.4.2 Proyek Air Minum Semarang Barat Segera Dilelang


Pemerintah tengah mempersiapkan lelang badan usaha untuk pembangunan Sistem Penyediaan Air Minum Semarang Barat senilai Rp1,10 triliun. Proyek ini akan dilaksanakan dengan skema bangun, guna, dan serah atau Build Operates Transfer (BOT) dengan masa kerja sama selama 25 tahun setelah proyek beroperasi secara komersial.


 


1.4.3 Proyek Pembangunan Kembali Pasar Turi Surabaya


Ditengah keterbatasan pemerintah dalam hal pendanaan melalui APBN maupun APBD, Pemerintah Daerah dituntut untuk mampu menciptakan pola-pola baru sebagai alternatif pembiayaan sehingga dapat memberikan pelayanan yang lebih baik dan sedapat mungkin memberikan kontribusi pendapatan. Kerjasama melalui perjanjian build operate and transfer (BOT) merupakan model baru pembiayaan proyek pembangunan yang saat ini sering dilakukan, termasuk pada proyek pembangunan kembali Pasar Turi Surabaya akibat kebakaran tahun 2007.


Pelaksanaan kerja sama ini sebagai perjanjian timbal Balik yang saling menguntungkan. Pemkot Surabaya menyediakan dan menyerahkan fasilitas berupa lahan bangunan Pasar Turi yang sudah dikosongkan. Sedangkan pihak PT. Gala Bumiperkasa melakukan pembangunan gedung (build) dan dimanfaatkan selama 25 tahun (operate). Setelah jangka waktu berakhir, gedung dan pengelolaannya akan diserahkan kepada Pemkot (transfer). Secara umum proses pelaksanaan perjanjian berjalan lancar, namun tidak terlepas dari hambatan berupa kendala-kendala dalam pelaksanaannya.


            1.4.4 Pembangunan Infastruktur Publik


Kontrak antara instansi pemerintah dan badan usaha/swasta (special purpose company) dalam membangun infrastruktur publik yang bertujuan untuk meningkatkan pertumbuhan infrastruktur tanpa pengeluaran dana dari pemerintah, di mana pihak swasta (badan usaha) bertanggung jawab atas desain akhir, pembiayaan, konstruksi, operasi dan pemeliharaan sebuah proyek investasi bidang infrastruktur selama beberapa tahun, biasanya dengan transfer aset pada akhir masa kontrak. Pihak swasta mendapatkan revenue dari pengoperasian fasilitas infrastruktur tersebut selama periode konsesi berlangsung. Umumnya, masa kontrak berlaku antara 10 sampai 30 tahun.


            1.4.5 Pembangunan Jalan Tol Cinere  Jagorawi


Pada kasus ini, biaya pembangunan selurunya ditanggung oleh pihak investor (PT. Trans Lingkar Kita Jaya) senilai Rp 420.000.000.000,-. Sedangkan pemerintah memiliki hak atas tanah yang akan dibangun. Proyek pembangunan ini  di'pegang' oleh 4 perusahaan sebagai pemilik saham yaitu PT. Transindo Karya Investama dengan saham sebesar Rp 327.634.000.000, PT. Waskita Karya (Persero) dengan saham sebesar Rp 76.208.000.000, PT. Jalan Lingkarluar Jakarta dengan saham sebesar Rp 3.158.000.000, dan PT. Kopnatel Jaya dengan saham sebesar Rp 3.158.000.000. Masa konsensi perusahaan ini dalam pengoperasian jalan tol untuk mengembalikan  modal dan mendapatkan fee yaitu selama 35 tahun.


 


C.    KESIMPULAN


Kemitraan Usaha adalah jalinan kerjasama usaha yang saling menguntungkan antara pengusaha kecil dengan pengusaha menengah/besar (Perusahaan Mitra) disertai dengan pembinaan dan pengembangan oleh pengusaha besar, sehingga saling memerlukan, menguntungkan dan memperkuat. Kemitraan usaha akan menghasilkan efisiensi dan sinergi sumber daya yang dimiliki oleh pihak-pihak yang bermitra dan karenanya menguntungkan semua pihak yang bermitra. Kemitraan juga memperkuat mekanisme pasar dan persaingan usaha yang efisien dan produktif.


Build Operate and Transfer (BOT) adalah perjanjian untuk suatu proyek yang dibangun oleh pemerintah dan membutuhkan dana yang besar, yang biasanya pembiayaannya dari pihak swasta, pemerintah dalam hal ini menyediakan lahan yang akan digunakan oleh swasta guna membangun proyek.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar